PANTAU FINANCE – Dalam era media sosial dan konsumsi instan, banyak orang terjebak pada dorongan untuk mempertahankan gaya hidup tertentu demi citra, meski kemampuan finansial tidak selalu mendukung. Fenomena ini memicu istilah “lifestyle creep” atau peningkatan gaya hidup seiring naiknya pendapatan, yang kerap membuat keuangan pribadi menjadi rentan.
Banyak masyarakat, terutama generasi muda, tergoda untuk membeli barang-barang mewah, liburan mahal, atau makan di restoran bergengsi demi terlihat sukses. Padahal, tanpa perencanaan keuangan yang matang, kebiasaan ini bisa berujung pada tumpukan utang dan hilangnya dana darurat.
“Masalahnya bukan pada ingin hidup nyaman, tapi apakah pengeluaran itu sejalan dengan pemasukan dan tujuan finansial,” jelas seorang perencana keuangan. Ia menambahkan, pengendalian diri dan prioritas yang jelas menjadi kunci menjaga keseimbangan antara gaya hidup dan stabilitas keuangan.
Perbandingan sederhana bisa dilakukan dengan membedakan kebutuhan dan keinginan. Menyesuaikan gaya hidup dengan kondisi finansial bukan berarti mengorbankan kebahagiaan, tetapi memastikan kenyamanan hidup dapat bertahan dalam jangka panjang.
Seiring meningkatnya kesadaran literasi keuangan, masyarakat diharapkan mulai membangun pola konsumsi yang realistis dan berkelanjutan. Mengelola gaya hidup sesuai kemampuan finansial bukan hanya soal menghemat uang, tetapi juga menjaga masa depan agar tetap terjamin.***
 
	    	 
 
    	












