PANTAU FINANCE – Diskon besar, notifikasi “flash sale”, hingga promo tanggal kembar kerap membuat kita kalap. Tak jarang, barang yang dibeli tak benar-benar dibutuhkan. Fenomena ini dikenal sebagai belanja impulsif, dan sayangnya, banyak masyarakat—terutama generasi muda—yang terjebak di dalamnya.
Menurut survei Lembaga Riset Konsumen Indonesia, lebih dari 60% responden mengaku pernah membeli barang secara impulsif setidaknya dua kali dalam sebulan. Jika dibiarkan, kebiasaan ini bisa mengganggu stabilitas keuangan.
Kenapa Belanja Impulsif Terjadi?
Psikolog keuangan, Diana Kumalasari, menjelaskan bahwa belanja impulsif sering kali muncul karena dorongan emosional. “Stres, rasa bosan, atau sekadar ingin ‘reward diri sendiri’ jadi pemicu utama,” ujarnya.
Faktor eksternal seperti kemudahan transaksi digital dan algoritma yang menyajikan iklan sesuai minat juga memperparah situasi.
Strategi Menahan Diri ala Pakar
Berikut beberapa langkah yang bisa diterapkan untuk mengendalikan hasrat belanja impulsif:
- Tunda 24 Jam
 Saat tergoda membeli sesuatu, beri jeda 24 jam. Sering kali keinginan itu hilang keesokan harinya.
- Buat Daftar Belanja
 Belanja tanpa daftar seperti masuk hutan tanpa peta. Daftar membuat fokus dan mencegah pembelian di luar kebutuhan.
- Nonaktifkan Notifikasi Promo
 Notifikasi adalah jebakan manis. Menonaktifkannya bisa membantu menurunkan frekuensi godaan.
- Gunakan Sistem Amplop Digital
 Bagi dana ke beberapa pos lewat e-wallet atau aplikasi budgeting. Jika uang belanja habis, jangan ambil dari pos lain.
- Evaluasi Emosi Saat Ingin Belanja
 Tanyakan pada diri sendiri: “Apakah ini kebutuhan atau pelarian dari stres?”
Bukan Anti-Belanja, Tapi Lebih Sadar
Mengelola uang bukan berarti pelit atau menolak belanja. “Belanja tetap boleh, asalkan sesuai rencana dan kemampuan,” tambah Diana.
Dengan pengendalian diri, masyarakat bisa tetap menikmati hidup tanpa harus khawatir tanggal tua datang terlalu cepat.***
 
	    	 
 
    	












