PANTAU FINANCE– Munculnya Sekolah swasta yang belum memiliki izin resmi di Ibu Kota Provinsi menimbulkan kekhawatiran serius bagi para Wali Murid. Para Wali Murid diimbau untuk berhati-hati, meneliti secara detail perizinan Sekolah, dan memastikan legalitasnya sebelum mendaftarkan anak-anak mereka, agar tidak menghadapi risiko hukum dan masalah pendidikan di masa depan.
Contoh nyata dari fenomena ini adalah SMA Swasta Siger 1 dan Siger 2 yang saat ini berencana menggunakan anggaran pemerintah, namun belum mendapat pengakuan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung. Sekolah ini juga belum memiliki aset tetap berupa tanah, bangunan, serta sarana dan prasarana pendidikan sesuai standar nasional yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Regulasi ini menekankan pentingnya evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa meskipun belum memiliki izin resmi, sekolah liar ini telah menerima hampir 100 siswa dan telah menggelar kegiatan belajar mengajar di atas aset pemerintah. Beberapa guru yang diwawancarai menyatakan bahwa proses belajar berjalan, namun legalitas sekolah masih menjadi persoalan serius. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: siapa yang bertanggung jawab jika terjadi masalah hukum atau pendidikan di masa depan?
Bahaya semakin nyata karena jika perizinan Sekolah ini tersendat akibat pelanggaran peraturan perundang-undangan, pertanggungjawaban terhadap masa depan puluhan murid menjadi tidak jelas. Kepala Dinas Pendidikan menegaskan bahwa pihaknya tidak akan bertanggung jawab karena Yayasan belum menyerahkan dokumen perizinan resmi. Sementara itu, Ketua dan Pengurus Yayasan Sekolah ini belum muncul ke publik, dan kasusnya telah dilaporkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak.
Para Wali Murid diimbau untuk memahami risiko yang mungkin muncul. Sekolah gratis yang tampak menggiurkan namun belum memiliki izin resmi dan menjual modul sendiri berpotensi menyandera masa depan anak-anak. Pemerintah pun kini berada di bawah sorotan publik: apakah akan mengambil tanggung jawab penuh jika masalah legalitas ini tidak terselesaikan dalam tiga tahun ke depan?
Selain itu, evaluasi dokumen, akreditasi, dan sertifikasi menjadi sangat penting. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada semua jenjang serta jalur formal maupun nonformal. Evaluasi ini menjadi dasar akuntabilitas dan kepastian mutu pendidikan. Wali Murid diingatkan untuk selalu mengacu pada regulasi ini, memastikan bahwa Sekolah yang dipilih telah memenuhi seluruh persyaratan hukum, sehingga pendidikan anak terlindungi secara maksimal.
Fenomena sekolah ilegal seperti SMA Swasta Siger 1 dan 2 menjadi peringatan keras bagi semua pihak: pendidikan anak tidak boleh dikorbankan oleh kepentingan politik, hibah pemerintah, atau prosedur yang tidak jelas. Kesadaran dan ketelitian Wali Murid dalam memeriksa perizinan, legalitas aset, dan dokumen resmi Sekolah menjadi kunci untuk menghindari risiko jangka panjang terhadap masa depan generasi muda.***